Penerapan Arsitektur Rumah Tinggal China di Indonesia
February 24, 2010 sekarnegari
Secara budaya masyarakat Tionghoa-Indonesia dapat dibagi menjadi kalangan peranakan berbahasa Indonesia dan kalangan totok berbahasa Tionghoa. (Suryadinata,2005:1). Orang-orang Tionghoa yang ada di Indonesia sekarang, dulunya sebagian besar berasal dari propinsi-propinsi Tiongkok Selatan (Guangdong dan Fujian). Kebanyakan mereka ini berasal dari kalangan pekerja (buruh, petani, nelayan dan sebagainya). Maka arsitektur yang dibawanya menunjukkan tradisi kerakyatan. Suatu bentuk fisik dari kebudayaan yang merupakan kebutuhan akan nilai, usaha untuk mewujudkan keinginan, impian dari kebutuhan manusia. Hal yang demikian tentunya jauh dari tradisi besar arsitektur (the grand architectural tradition) di Tiongkok, yang meliputi struktur imperial dari daerah Tiongkok Utara, yang tidak berhubungan langsung dengan kebudayaan mayoritas rakyatnya.
Kohl dalam Hadinoto menulis dalam buku “Chinese Architecture in The Straits Settlements and Western Malaya”, memberikan semacam petunjuk terutama bagi orang awam, bagaimana melihat ciri-ciri dari arsitektur orang Tionghoa yang ada terutama di Asia Tenggara. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
1. “courtyard”
Courtyard merupakan ruang terbuka pada rumah Tionghoa. Ruang terbuka ini sifatnya lebih privat. Biasanya digabung dengan kebun/taman. Rumah-rumah gaya Tiongkok Utara sering terdapat courtyard yang luas dan kadang-kadang lebih dari satu, dengan suasana yang romantis. Tapi di daerah Tiongkok Selatan dimana banyak orang Tionghoa Indonesia berasal, courtyard nya lebih sempit karena lebar kapling rumahnya tidak terlalu besar. Rumah-rumah orang-orang Tionghoa Indonesia yang ada di daerah Pecinan jarang mempunyai courtyard. Kalaupun ada ini lebih berfungsi untuk memasukkan cahaya alami siang hari atau untuk ventilasi saja. Courtyard pada arsitektur Tionghoa di Indonesia biasanya diganti dengan teras-teras yang cukup lebar.
Contoh rumah tradisional china dengan courtyard
Arah hadap yang diminati adalah arah selatan karena kehangatan datang dari selatan. Arah kedua yang diminati adalah arah timur yaitu arah matahari terbit. Penataan ruang mengikuti fengshui.
Feng shui mengenal empat orientasi kompas yang pokok: utara (melambangkan air), timur (melambangkan kayu), selatan (melambangkan api), dan barat (melambangkan logam). Setiap elemen berperan dan sarat dibebani dengan maknanya masing-masing. Oleh sebab itu fungsi domestik (rumah tinggal) secara sederhana dikaitkan dengan arti elemen tersebut.
Sebagai contoh, api dikaitkan dengan fungsi dapur, karena di sana ada kegiatan yang melibatkan unsur api. Air dikaitkan dengan fungsi-fungsi yang basah, seperti mencuci dan kamar mandi/WC. Karena sebagian dari fungsi itu adalah fungsi servis, maka ada deretan bangunan yang diletakkan pada sisi paling belakang untuk menunjang fungsi rumah tinggal. Bangunan utama rumah court-yard diletakkan pada sektor utara, juga menghadap ke selatan.
Sisi timur diasosiasikan dengan matahari terbit, jadi terkait dengan kegiatan bekerja di lingkungan rumah tangga. Sedangkan sisi barat adalah arah matahari terbenam, yaitu sesuai untuk kegiatan beristirahat dan tidur.
Dari segi arsitektur tentu saja penempatan ruang tidur pada sektor barat di rumah court-yard akan menguntungkan. Karena dengan demikian jendela kamar akan menghadap ke timur, jadi masih dingin pada pagi hari, dan pada siang hari tidak terkena matahari barat.
2. Penekanan pada bentuk atap yang khas.
Diantara semua bentuk atap, hanya ada beberapa yang paling banyak di pakai di Indonesia. Diantaranya jenis atap pelana dengan ujung yang melengkung keatas yang disebut sebagai model Ngang Shan.
Macam-macam bentuk atap China, yang paling sering digunakan di Indonesia adalah bentuk atap Ngang Shan
3. Elemen-elemen struktural yang terbuka (yang kadang-kadang disertai dengan ornamen ragam hias)
Ukir-ukiran serta konstruksi kayu sebagai bagian dari struktur bangunan pada arsitektur Tionghoa, dapat dilihat sebagai ciri khas pada bangunan Tionghoa. Detail-detail konstruktif seperti penyangga atap (tou kung), atau pertemuan antara kolom dan balok, bahkan rangka atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga tidak perlu ditutupi.
Elemen struktural konsol yang terbuka
Elemen struktural kuda-kuda yang terbuka
4. Penggunaan warna yang khas.
Warna pada arsitektur Tionghoa mempunyai makna simbolik. Warna tertentu pada umumnya diberikan pada elemen yang spesifik pada bangunan. Meskipun banyak warna-warna yang digunakan pada bangunan, tapi warna merah dan kuning keemasan paling banyak dipakai dalam arsitektur Tionghoa di Indonesia. Warna merah banyak dipakai di dekorasi interior, dan umumnya dipakai untuk warna pilar. Merah menyimbolkan warna api dan darah, yang dihubungkan dengan kemakmuran dan keberuntungan. Merah juga simbol kebajikan, kebenaran dan ketulusan. Warna merah juga dihubungkan dengan arah, yaitu arah Selatan, serta sesuatu yang positif. Itulah sebabnya warna merah sering dipakai dalam arsitektur Tionghoa.
penerapan warna merah dan kuning
Well.. Sebenernya masi ada banyak data n gambar yang kupunya, tapi sekali lagi, hehe, aku sungguh malas kalo musti mengaplot gbr banyak2. kalo ada yang tertarik n berminat untuk mempelajarinya lebih jauh, aku saranin cari dan baca:
Handinoto, Perkembangan Bangunan Etnis Tionghoa di Indonesia (akhir abad 19 sampai tahun 1960an)
Bukunya Yi Fu Tuan yang aku sendiri juga lupa judulnya, hyaaa, maap…!!! tapi sumpe, bagus n gak bakal nyesel…!!!
Trus untuk fengshuinya tuh aku nyari di internet yang sialnya gak inget tuh alamatnya, maap ye, hohoho…
Entry Filed under: Uncategorized
1. sukawi&hellip | April 26, 2010 at 10:27 am
bagusini sayang belum selesai
2. sekarnegari&hellip | April 26, 2010 at 12:31 pm
makasih lagi… ini juga dari berbagai sumber kok pak.. 😀