Arsitektur Indis
February 21, 2010 sekarnegari
Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dibagi menjadi 4 periode (Hadinoto dalam Sukawi, 2009), yaitu:
1. Abad 16 – Tahun 1800an
Indonesia masih disebut sebagai Netherland Indische di bawah kekuasaan VOC. Bangunan perkotaan orang Belanda pada periode ini masih bergaya Eropa dengan bentuknya cenderung panjang dan sempit, atap curam, dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. Bangunan ini tidak memiliki orientasi bentuk yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat.
2. Tahun 1800an – Tahun 1902
Terbentuk gaya arsitektural The Dutch Colonial Villa. Gaya ini merupakan gaya arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa (terutama Perancis) yang diterjemahkan secara bebas, menghasilkan gaya Hindia Belanda bercitra kolonial disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim, dan material yang tersedia pada masa itu, yang kemudian dikenal sebagai Indische Architectuur, atau rumah Landhuis, yang merupakan tipe rumah tinggal di seluruh Hindia Belanda pada masa itu. Tipe rumah ini memiliki karakter sebagai berikut:
- Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi depan dan belakang (ruang makan), dan didalamnya terdapat serambi tengah menuju ruang tidur dan kamar-kamar lainnya.
- Pilar menjulang ke atas gaya Yunani dan terdapat gevel (mahkota) di atas serambi depan dan belakang.
- Menggunakan atap perisai.
3. Tahun 1902 – 1920
Kaum liberal Belanda pada masa antara tahun 1902 mendesak politik etis diterapkan di tanah jajahan. Sejak itu permukiman orang Belanda di Indonesia tumbuh dengan cepat. Indische Architectuur terdesak, digantikan dengan standar arsitektur modern yang berorientasi ke Belanda.
4. Tahun 1920 – 1940
Pada awal abad 20, arsitek-arsitek Belanda memunculkan pendekatan untuk rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini semula masih memegang unsur-unsur dasar bentuk klasik, memasukkan unsur-unsur yang terutama dirancang untuk mengantisipasi matahari dan hujan lebat tropis. Selain unsur-unsur arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur tradisional Indonesia sehingga menjadi konsep yang eklektis.
Dari penjelasan diatas, dapat dirumuskan bahwa perkembangan arsitektur Indis di Indonesia berawal dari penguasaan Indonesia oleh VOC. Pada awalnya gaya arsitektur masih menggunakan gaya tradisional Belanda, namun seiring perjalanan waktu, gaya ini terus berkembang, mulai dari penyesuaian terhadap iklim tropis, hingga penyesuaian terhadap unsur-unsur arsitektur tradisional Indonesia.
Arsitek-arsitek Belanda melakukan berbagai pendekatan untuk rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Selain unsur-unsur tropis, juga memasukkan unsur-unsur tradisional Indonesia (Hadinoto dalam Sukawi, 2009). Dan dalam mempelajari arsitektur tradisional Indonesia, mereka menekankan agar desain tersebut dapat bersahabat dengan iklim dan kondisi lainnya. (Sidharta, 1998)
Disebutkan beberapa inovasi dalam desain menanggapi iklim tropis adalah (Sidharta, 1998):
1. membuat beranda terbuka di depan, belakang, atau sekeliling bangunan.
2. overhang yang lebar untuk melindungi permukaan dinding dan jendela dari sinar matahari langsung dan hujan.
3. ketinggian plafon 4m dan ventilasi alamiah diatas pintu dan jendela.
4. taman tropis dengan pepohonan yang cukup
Sedangkan penggunaan dari unsur seni tradisional, diterapkan pada ragam hiasnya. Arsitek Belanda menghargai detail-detail yang penuh ekspresi dan mengagumkan pada seni tradisional Indonesia sehingga dijadikan ilham sebagai bahan ide untuk membangun arsitektur modern di Hindia Belanda (Soekiman, 2000).
Ragam hias pada bangunan berarsitektur Indis dapat dilihat pada (Soekiman, 2000):
1. Bentuk atap dan hiasan kemuncak
Bentuk atap dapat menggunakan bentuk model Belanda, dapat pula menggunakan bentuk atap tradisional Indonesia seperti joglo, limasan, pencu, rumah kampung, dan sebagainya. Sedangkan untuk material menggunakan material yang terdapat di lingkungan seperti genteng, bambu, daun pohon palem, rerumputan, dan sebagainya.
|
Sedangkan hiasan kemuncak dapat berupa:
a) Penunjuk arah tiupan angin (windwijzer)
|
|
b) Hiasan puncak atap (Nok Acreterie) dan cerobong asap semu
|
c) Hiasan kemuncak tampak depan (geveltoppen)
|
2. Tadhah angin
Di Belanda, ragam hias pada tadhah angin memiliki makna simbolik, namun pada bangunan Indis di Indonesia, ragam hias itu sudah kehilangan maknanya dan hanya berfungsi sebagai hiasan.
3. Ragam hias pasif dari material logam
Ragam hias yang melengkapi bagian rumah dari bahan besi, misal untuk pagar serambi (stoep), penyangga atap emper bagian depan dan belakang rumah (kerbil), penunjuk arah mata angin, lampu halaman, lampu dinding, dan kursi kebun.
|
4. Tubuh Bangunan
Ragam hias yang terdapat pada tubuh bangunan seperti kolom bangunan dan lubang angin. Ragam hias pada lubang angin dapat berupa ukiran. Sedangkan pada kolom bangunan menggunakan gaya Doria, Ionia, dan Korinthia yang susunannya terdiri atas kepala, tubuh, dan kaki tiang.
|
sebenernya ada banyak banget data yang belon aku masukin, kalo tertarik n mao tau lebih jauh, aku saranin baca buku2 dibawah ini.
Daftar Pustaka
Sidharta. 1998. Arsitektur dan Pendidikannya. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang
Soekiman, Djoko, Prof, Dr. 2000. Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII – Medio Abad XX). Yayasan Bentang Budaya. Yogyakarta.
Sukawi. 2009. ”Pengaruh Arsitektur Indis Pada Rumah Kauman Semarang”, Tesa Arsitektur. Vol 7 No 1 hal 1-65.
|
Entry Filed under: Uncategorized
1. Kaitou&hellip | February 21, 2010 at 5:09 pm
Ha3.., ternyata… Lebih mirip paper dari pada ngeblog,ha3
tapi lumayan lah din,
2. sekarnegari&hellip | February 22, 2010 at 7:26 am
@ kaitou: tengkiu komennya.. yah karena ini emang paper jil… hahahahaha…
3. Arma&hellip | February 23, 2010 at 4:29 pm
Bagus kok, informasi jadi bertambah. Tapi yo kok kayak kolom pembaca di koran ya? Penuh dgn informasi aja. Seharusnya ada pendapat pribadi kamu di dalem sana. Karena tujuan blog kan diciptakan kan untuk bicara bebas.
Tapi keren kok, beneran. Bagus dan berisi.
4. sekarnegari&hellip | February 23, 2010 at 8:01 pm
hehehe, makasi komennya k… yah itu kan salah satu isi kajian pustakaku di salah satu tugas.. males aja masukin kata2 gaul.. btw actually di blog ini aku salah ngopi file gak lgkpnya, that’s why di awal gak ada pnjelasan ttg ars indis itu apa dl, hahahah… maw edit, eh file lgkpnya gak ktemu.. yasud, nantikan posting saya selanjutnya.. next, ada arsitektur cina.. 😀
5. sukawi&hellip | April 26, 2010 at 10:20 am
hallo salam kenal……………….
6. sekarnegari&hellip | April 26, 2010 at 12:29 pm
hehe, makasih pak kawi, tulisan bapak juga ada yg saya jadikan sumber… sering2 nulis yang beginian ya pak.. 😀
btw kita uda jadi friend di fesbuk loh, hahaha…
7. eka santoso&hellip | May 26, 2012 at 5:38 pm
saya manggilnya mbak aja ya….
saya tertarik dengan gaya arsitektur indis, kebetulan rencana skripsi saya juga tentang indis di surabaya….kalo misalnya mbak punya info bisa tolong kirim email ke saya
makasih…..
8. sekarnegari&hellip | June 2, 2012 at 5:59 am
cek email ya. 🙂
9. vandi sb&hellip | November 20, 2014 at 8:05 am
keren,
boleh tau gag mbak , buku buku nya dapet dari mana. lagi butuh soalnya
makasih
10. sekarnegari&hellip | November 20, 2014 at 1:42 pm
Hehe.. sudah ditulis bbrp sumbernya kn. 😉
Kebudayaan indis dan gaya hidup masyarakat pendukungnya di jawa ( abad xviii – medio abad xx) (prof dr djoko soekirman) dan arsitektur dan kota2 di jawa pd masa kolonial (handinoto)
11. sekarnegari&hellip | November 20, 2014 at 1:45 pm
Bukunya dl aku pinjem di perpustakaan kampus. Tp kyknya di gramed ada deh yg handinoto n djoko soekirman.